Tudingan Penyalahgunaan Dana Ratusan Juta kepada Eks Bendahara Terbantahkan setelah Warga Palang Kantor Desa Grandeng
Namlea, Radartipikor.com — Tudingan Kepala Desa Grandeng, Hariyono, bahwa eks bendahara desa melakukan penyalahgunaan dana ratusan juta rupiah, kini dibantah pihak yang dituduh setelah aksi pemalangan kantor desa oleh puluhan warga pada Selasa (21/10/2025). Aksi warga itu memicu pengungkapan dokumen dan pernyataan yang menepis sejumlah tuduhan publik.
Aksi pemalangan kantor desa dilakukan warga Kecamatan Lolongguba karena ketidakpuasan atas kinerja Kepala Desa, yang menurut mereka telah melakukan pembohongan publik. Sejumlah warga menuding bahwa Hariyono diduga melakukan tindak pidana penipuan dan nepotisme terhadap warganya sendiri. Warga juga mempertanyakan klaim bantuan hewan ternak yang disampaikan oleh pihak desa.
Menurut keterangan sumber yang enggan namanya dipublikasikan kepada tim media, disebutkan bahwa alih-alih menerima hewan sapi, beberapa warga justru menerima uang tunai sebesar Rp3.000.000 per orang dengan modus operandi tertentu. Sapi milik warga penerima uang tersebut dikabarkan hanya difoto dan diklaim sebagai bagian dari bantuan dana hibah, tanpa ada penempatan hewan sebenarnya di kandang bantuan. “Sapi milik warga penerima uang tersebut difoto dengan menyampaikan bahwa uang yang diterima tadi itu dari bantuan dana hibah,” ujar sumber tersebut kepada tim media pada 21 Oktober 2025.
Sumber lain juga menyatakan bahwa kandang yang dibangun oleh pemerintah desa menggunakan dana Bantuan Ketahanan Pangan 2024 senilai Rp176.000.000, namun hingga pantauan tidak tampak adanya seekor sapi pun di dalam kandang tersebut. Pernyataan ini memperkuat kecurigaan warga yang turun ke jalan.
Menanggapi tuduhan yang diarahkan kepadanya, eks bendahara desa, Arjun, menyatakan bantahannya secara tegas. Saat ditemui di kediamannya di Desa Grandeng pada Rabu (22/10/2025), Arjun menyampaikan klarifikasi panjang lebar terkait tuduhan penyalahgunaan dana sebesar Rp233.000.000. Ia menegaskan:
“Tuduhannya tidak benar sama sekali, dan tuduhan itu saya anggap fitnah paling keji karena sesuai Dokumen Laporan Hasil Pertanggungjawaban, ada perbaikan, dan ada pengembalian.”
Arjun menjelaskan bahwa dalam Dokumen Laporan Hasil Pertanggungjawaban (DLHP) tercatat adanya perbaikan administrasi akibat pengumpulan dokumen pemerintahan desa yang belum lengkap saat akan dimasukkan ke Inspektorat. Karena laporan tidak lengkap, kata Arjun, pihaknya kemudian melakukan koordinasi ke Inspektorat untuk melengkapi berkas-berkas tersebut. “Makanya saya koordinasi di Inspektorat, dan kepada Inspektorat saya sampaikan laporannya tidak lengkap sesuai DLHP,” ujarnya.
Bantahan Arjun menurutnya tidak tanpa bukti. Ia mengklaim telah menyusun DLHP sebelum resmi mengundurkan diri dari perangkat desa serta telah menyelesaikan kewajiban pajak Tahun 2023. “Bantahan saya bukan tanpa bukti, karena Dokumen Laporan Hasil Pertanggungjawaban (DLHP) telah saya buatkan sebelum saya resmi mundur dari perangkat desa, begitu pun pajak Tahun 2023 telah saya bayarkan. Saat pembayaran, saya tidak sendirian, tapi saya ditemani oleh sekretaris desa dan Kabag Keuangan yang sekarang,” jelas Arjun, yang hadir bersama kedua orang tua kandungnya.
Arjun menduga tuduhan-tuduhan yang diarahkan kepadanya dimaksudkan untuk mengaburkan persoalan terkait dana Ketahanan Pangan 2024 senilai Rp176 juta. “Saya menduga tuduhan ini sekaligus ingin mengkabinghitamkan saya dalam kasus 176 juta bantuan dana Ketahanan Pangan 2024, padahal apa hubungan dana tersebut dengan diri saya,” ujarnya.
Dalam penjelasan lebih lanjut, Arjun menjelaskan bahwa ketika perangkat desa mengumpulkan DLHP untuk dilaporkan ke Inspektorat, dokumen-dokumen tersebut ternyata belum lengkap. “Ternyata dokumennya tidak lengkap, kata pihak Inspektorat. Tidak mungkin bisa terjadi pencairan dana tahap satu dan seterusnya apabila dokumennya tidak lengkap,” tambahnya.
Soal status penggunaan anggaran, Arjun mempertanyakan peran yang sebenarnya bertanggung jawab. Menurutnya, sebagai bendahara atau pembuat laporan administrasi, tugasnya hanya menyusun laporan sesuai item-item belanja desa. “Apalagi soal dana desa, saya tidak pernah menyimpan apalagi untuk pembelanjaan, semua keuangan desa dipegang oleh Hariyono,” beber Arjun.
Masih terkait dampak sosial, Arjun menyebutkan bahwa upah kerjanya selama enam bulan belum dibayarkan oleh pihak kepala desa. Ibunda Arjun membenarkan hal itu dan sempat mendatangi kepala desa untuk meminta hak anaknya. “Benar, saya telah mencoba menemuinya, namun upah kerja anakku tidak diberikan. Kata Hariyono, utang-piutang anak saya cukup banyak,” ujar ibu Arjun dengan mata berkaca-kaca, menirukan ucapan kepala desa.
Perkembangan lain yang menambah tensi publik adalah adanya perbedaan keterangan antara keterangan Kepala Desa dan keterangan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) terkait bantuan Ketahanan Pangan. Seorang sumber menyebutkan terdapat selisih keterangan sebesar sekitar Rp15.000.000 antara keterangan Hariyono dan keterangan pihak BPD, yang turut menjadi salah satu alasan warga melakukan aksi pemalangan kantor desa.
Ketua BPD Desa Grandeng, menurut upaya konfirmasi tim media via pesan WhatsApp, keberatan memberikan keterangan. Ia beralasan bahwa bila memberikan pernyataan publik, kondisi justru akan semakin memanas karena adanya perbedaan keterangan antar pihak. “Saya tidak bisa memberikan keterangan, karena dikhawatirkan akan memperuncing situasi yang sudah memanas,” demikian alasan singkatnya melalui pesan.
Sementara itu, beberapa sumber dan warga yang ditemui menegaskan kembali bahwa hingga pemantauan terakhir tidak ditemukan hewan ternak sapi di dalam kandang yang disebut dibiayai dari Bantuan Ketahanan Pangan 2024, meskipun fisik kandang sudah ada. Hal ini menjadi sorotan masyarakat dan memperkuat tuntutan agar seluruh dokumen dan realisasi anggaran transparan untuk publik.
Kasus ini masih terus memanas dan menunggu langkah-langkah klarifikasi lebih lanjut dari pihak Inspektorat serta penyelesaian administrasi yang sesuai prosedur. Warga menuntut keterbukaan dokumen dan pertanggungjawaban lengkap dari pemangku kebijakan di desa agar persoalan segera jelas dan tidak memicu konflik berkepanjangan.
Liputan: Rin.

