Kabupaten BuruMalukuNamleaPemerintahanRagam

Hariyono Kembali Disorot: Selain Dugaan Penyalahgunaan Dana 176 Juta, Kini Terkait Kredit Bank 100 Juta Tanpa Sepengetahuan BPD

Namlea, Radartipikor.com — Belum usai persoalan dugaan penyalahgunaan dana bantuan ketahanan pangan senilai ratusan juta rupiah, Kepala Desa Grandeng, Hariyono, kembali menjadi sorotan publik. Kali ini, ia dikritik setelah melakukan pinjaman pribadi ke bank sebesar Rp100 juta untuk membiayai pembangunan 11 unit lapak di ruas bahu Jalan Lintas Namlea–Buru Selatan tanpa melibatkan dan memberi tahu Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Pembangunan itu juga diduga tidak mengantongi izin dari instansi terkait. (Minggu, 26/10/2025)

Menurut informasi yang dihimpun tim media di lapangan, 11 unit lapak tersebut dibangun di atas bahu jalan yang menghubungkan Kabupaten Buru dan Buru Selatan. Lokasi bangunan dinilai berdekatan dengan pertigaan sehingga dikhawatirkan mengganggu kelancaran transportasi kendaraan yang melintas. Pihak yang menyorot hal ini juga menyatakan bahwa pembangunan dilakukan tanpa izin Dinas PUPR Provinsi.

Hariyono membantah tudingan bahwa lapak dibangun untuk kepentingan pribadi semata. Ia menjelaskan pembangunan lapak dimaksudkan untuk memberdayakan pelaku UMKM dan warga setempat dengan alasan belum ada sektor lain yang mampu mendatangkan pendapatan asli desa (PAD). Namun, pengamatan di lapangan menunjukkan hingga saat ini tidak ada satupun pelaku UMKM lokal yang menempati lapak tersebut.

Sumber dari lapangan menyebutkan bahwa salah satu alasan ketidakseriusan pemanfaatan lapak adalah kebijakan penyewaan yang dinilai memberatkan calon penyewa. Hariyono mewajibkan biaya sewa dibayar di muka untuk jangka waktu satu tahun senilai Rp6 juta. Kepada Radartipikor.com, Hariyono yang ditemui di ruang kantor desa Grandeng beberapa waktu lalu mengatakan harga sewa per hari sebesar Rp20.000. Ia juga menyatakan bahwa karena minat UMKM lokal menurun, lapak kemudian ditawarkan kepada warga dari luar Desa Grandeng. “Awalnya dibangunnya 11 lapak untuk UMKM yang ada di desanya, tapi karena mereka tidak lagi minat, makanya kami menawarkan kepada warga di luar desa Grandeng,” kata Hariyono.

BACA JUGA  kodim 15 12 halteng dan kejaksaan Negri Halteng kebanjiran Air mata

Terkait perizinan, Hariyono mengklaim memiliki surat rekomendasi. Namun ketika awak media meminta untuk melihat surat rekomendasi tersebut, ia tidak dapat menunjukkannya dan berdalih bahwa rekomendasi itu ditahan oleh Camat Lolongguba. Pernyataan tersebut menuai tanggapan dari pihak kecamatan.Img 20251026 wa0006Camat Lolongguba, Antonius Besan, ketika dihubungi membantah memiliki atau menyimpan surat yang dimaksud. “Suratnya tidak ada, dan tidak saya simpan. Saya tidak mengetahui tentang surat yang dimaksud,” ujar Antonius kepada media ini.

Dalam konfirmasi lanjutan, Hariyono beralasan bahwa saat ia mendatangi kantor Dinas PUPR Provinsi, kepala dinas tidak berada di tempat sehingga belum sempat mengurus perizinan. Pernyataan itu belum dapat diverifikasi lebih lanjut.

Reaksi BPD Desa Grandeng

Abdul Aziz, salah satu anggota BPD Grandeng, menyatakan bahwa baik pinjaman bank sebesar Rp100 juta maupun pembangunan 11 lapak dilakukan tanpa sepengetahuan BPD sejak awal. “Kredit yang dilakukan oleh kades, jujur saja, kami tidak mengetahuinya sampai 11 lapak yang dibangun di atas ruas bahu jalan,” kata Abdul Aziz.

Ia menambahkan bahwa dalam musyawarah desa tahun 2024, semua pihak sepakat menganggarkan pembuatan gerobak dorong (angkringan) yang dananya bersumber dari Dana Desa (DD) Tahun 2025. Menurut Abdul Aziz, rencana pinjaman ratusan juta rupiah dan pembangunan lapak tidak pernah dibahas dalam musyawarah desa (Musdes). “Menyangkut pinjaman ratusan juta rupiah dan bangun lapak, kami BPD tidak pernah mengetahuinya, karena tidak pernah dibicarakan di Musdes,” tegasnya.

Ketua BPD Desa Grandeng, Nanang, pada awalnya keberatan memberi pernyataan dengan alasan kesibukan. Namun setelah didesak, Nanang mengakui pihak BPD tidak mengetahui adanya pinjaman bank maupun rencana pembangunan lapak sebelum konstruksi dimulai. “Kami BPD tidak tahu kalau Kepala Desa ada lakukan pinjaman bank. Rencana pembangunan lapak awalnya kita tidak ketahui; kami ketahui setelah bangunan mulai didirikan, karena sejak awal tidak pernah diputuskan dalam Musdes,” ujar Nanang kepada awak media ini.

BACA JUGA  Acara syukuran Atas terpilihnya Ketua DPC Partai Hanura
Upaya Konfirmasi ke Bendahara Desa

Redaksi Radartipikor.com juga mencoba menghubungi Bendahara Desa Grandeng, Neng Ima, pada Minggu (26/10/2025). Meski telah diupayakan melalui pesan, telepon seluler, dan WhatsApp, hingga berita ini diturunkan bendahara belum memberikan respons atau konfirmasi.

Kronologi singkat yang tercatat dalam pemberitaan ini memperlihatkan adanya kombinasi persoalan — yakni dugaan penyalahgunaan dana bantuan ketahanan pangan sebelumnya, ditambah pinjaman kredit pribadi Rp100 juta dan pembangunan fisik yang dilakukan tanpa keterlibatan BPD serta diduga tanpa izin teknis. Semua pihak yang terkait hingga saat ini memiliki pernyataan masing-masing yang masih membutuhkan klarifikasi lebih lanjut dari instansi teknis dan mekanisme pemerintahan desa yang berwenang.

 

Liput: Rin.