Must ReadOpiniRagam

Kedaulatan yang Dibegal: Selama Partai Politik Berkuasa, Rakyat Takkan Pernah Merdeka

Bombana, radartipikor.com – Di tengah gejolak sosial, ketimpangan ekonomi, dan ketidakpercayaan publik terhadap lembaga negara, satu hal yang tak bisa disangkal adalah bahwa akar dari berbagai permasalahan bangsa ini tidak lain dan tidak bukan awalnya berasal dari dominasi Partai Politik.

Mau siapa pun pemimpinnya apakah dari kalangan militer, cendekiawan, rohaniawan, ulama, bahkan seandainya Malaikat sekalipun yang turun langsung memimpin negeri ini selama kedaulatan rakyat masih dibegal dan dikendalikan oleh partai politik, jangan pernah bermimpi negeri ini akan damai, adil, dan sejahtera.

Partai politik sejatinya diciptakan sebagai kendaraan demokrasi, yang menjembatani aspirasi rakyat kepada pemerintah. Namun kenyataannya, partai politik di Indonesia telah berubah fungsi menjadi alat penguasaan sistemik. Mereka bukan lagi perwakilan rakyat, melainkan perwakilan elit-elit kekuasaan yang memiliki kepentingan jangka pendek politik dinasti, bisnis, dan transaksi kekuasaan.

Kedaulatan rakyat yang seharusnya menjadi fondasi utama sistem pemerintahan telah tergadaikan. Pemilihan umum yang digadang sebagai pesta demokrasi kini hanya menjadi pasar transaksional. Masyarakat tidak diposisikan sebagai pemilik suara, tetapi sebagai objek yang dibeli murah dengan uang recehan, baju kaus, dan janji-janji kosong.

Salah satu ironi terbesar dalam demokrasi Indonesia adalah bahwa wakil rakyat tidak lagi mewakili rakyat. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang secara konstitusi bertugas mengawasi pemerintah dan memperjuangkan aspirasi rakyat, justru menjadi perpanjangan tangan partai politik.

Setiap kebijakan, keputusan, bahkan sikap politik mereka lebih banyak ditentukan oleh arahan pimpinan partai daripada suara konstituen.

Itulah sebabnya ketika seorang pejabat politik tersandung kasus korupsi, proses hukumnya kerap mandek. Bukan karena hukum kita lemah. Justru peraturan dan undang-undang kita semakin kompleks dan ketat. Tapi masalahnya adalah, pelanggar hukum terbesar justru adalah mereka yang membuat hukum itu sendiri. Dan karena mereka bagian dari struktur kekuasaan partai, maka sistem hukum pun dikendalikan, ditekan, atau dibelokkan.

BACA JUGA  Pemkab Kotabaru Gelar Musrenbang RKPD 2024

Banyak yang mengatakan hukum di Indonesia lemah. Itu tidak sepenuhnya benar. Peraturan kita lengkap, undang-undang kita padat. Tetapi masalahnya adalah bukan pada aturan, melainkan pada pelaksanaannya. Siapa yang melanggar, siapa yang ditegakkan, siapa yang kebal hukum semuanya ditentukan oleh relasi kuasa, bukan oleh keadilan.

Faktanya, partai politik hari ini tidak hanya menentukan siapa yang memimpin, tetapi juga siapa yang boleh diperiksa, siapa yang harus dilindungi, dan siapa yang bisa “dikorbankan” demi stabilitas internal partai. Sistem hukum dikerdilkan menjadi alat politik, bukan penjaga keadilan.

Dalam setiap kampanye, rakyat selalu dijadikan “alamat utama”. Setiap slogan, janji, dan pidato dibungkus dengan kalimat: “Demi rakyat.” Tapi faktanya, begitu kursi kekuasaan diduduki, yang diperjuangkan bukan lagi kepentingan rakyat, melainkan kepentingan elit partai.

Rakyat hanya dimobilisasi saat dibutuhkan suara, didekati saat pemilu, diiming-imingi sembako dan uang tunai seharga nasi bungkus. Setelah itu, mereka kembali dibiarkan bertahan hidup di tengah kemiskinan, pendidikan yang mahal, kesehatan yang sulit dijangkau, dan harga kebutuhan yang tak terjangkau.

Sudah waktunya bangsa ini menyadari bahwa reformasi sejati bukan sekadar mengganti orang, tapi mengganti sistem. Tidak cukup hanya berharap pada pemimpin baru, bahkan meskipun pemimpin itu seorang ulama yang saleh, jenderal yang bersih, atau profesor yang jenius. Karena selama sistem partai politik masih menjadi satu-satunya jalan menuju kekuasaan, maka siapa pun yang masuk ke dalamnya akan ikut terseret dalam arus kepentingan yang menyesatkan.

Reformasi politik harus dilakukan secara menyeluruh:

• Batasi dominasi partai politik dalam pemilihan kepala daerah dan pusat, beri ruang lebih besar bagi calon independen.

• Desentralisasi kekuasaan politik agar tidak terkonsentrasi pada elite-elite partai.

BACA JUGA  BOS Sabu Sabu Berkeliaran, Efendi Disergap SatNarkoba Simalungun

• Perkuat lembaga hukum agar tidak bisa diintervensi oleh struktur partai.

• Bangun pendidikan politik rakyat agar tidak mudah dibeli atau dibodohi oleh uang recehan pemilu.

Kita tidak boleh terus menjadi penonton dalam negeri sendiri. Saatnya rakyat bangkit, sadar, dan bersuara. Demokrasi sejati bukan hanya soal hak memilih, tapi juga soal hak menentukan arah masa depan bangsa. Dan selama kedaulatan rakyat masih dibegal oleh partai politik, maka keadilan hanya akan jadi mimpi, dan kesejahteraan hanyalah ilusi.

 

 

 

𝗣𝗲𝗻𝘂𝗹𝗶𝘀:𝗔𝗻𝗱𝗶 𝗦𝘆𝗮𝗺

𝗥𝗲𝗱𝗮𝗸𝘀𝗶:𝗠𝗲𝗱𝗶𝗮 𝗥𝗮𝗱𝗮𝗿 𝗧𝗶𝗽𝗶𝗸𝗼𝗿