Warga Laporkan Kades Hariyono ke Inspektorat, Tim Akan Lakukan Pemeriksaan Khusus
Namlea, RadarTipikor.com — Sejumlah warga Desa Grandeng, Kecamatan Lolongguba, secara resmi melaporkan Kepala Desa Grandeng, Hariyono, ke Inspektorat Kabupaten Buru atas dugaan penyalahgunaan dana bantuan ketahanan pangan Tahun 2024. Laporan itu disampaikan oleh Tim 7 Pencari Fakta yang diketuai Umar Nurlatu, didampingi sejumlah pengacara, dan diterima langsung oleh Sekretaris Inspektorat Kabupaten Buru, Edy Lumalutur, di ruang lantai 2 Kantor Inspektorat Kabupaten Buru, Senin pagi (27/10/2025).

Laporan warga menuduh adanya penyalahgunaan uang sebesar Rp176.282.000 (seratus tujuh puluh enam juta dua ratus delapan puluh dua ribu rupiah) yang bersumber dari Dana Bantuan Ketahanan Pangan Tahun 2024. Selain soal dugaan penyalahgunaan dana, warga juga mengangkat keberatan terkait pembongkaran taman desa yang terletak di halaman kantor Desa Grandeng — suatu tindakan yang menurut pelapor menjadi bagian dari rangkaian persoalan di desa tersebut.
Aksi pelaporan itu dilakukan secara bersama-sama oleh anggota Tim 7 Pencari Fakta dan para korban/kelompok warga yang merasa dirugikan. Dalam pengaduan mereka, warga menyoroti prosedur pembagian bantuan berupa sapi yang dinilai tidak adil dan tidak transparan. Menurut pelapor, pembagian hewan ternak tersebut tampak memfavoritkan kelompok tertentu sehingga menimbulkan dugaan praktik nepotisme.
Selain tuduhan ketidaktransparanan, warga juga menuding Kepala Desa melakukan pembohongan publik. “Bukannya memberikan sapi untuk warga, tapi warga diduga hanya diberi uang tunai sebesar Rp3.000.000, dan ternak warga difoto sebagai bahan laporan, namun mereka tidak memperoleh sapi yang dijanjikan melalui dana ketahanan tersebut,” ungkap tim pelapor dalam dokumen pengaduan yang diterima redaksi.
Saat menerima laporan, Sekretaris Inspektorat Kabupaten Buru, Edy Lumalutur, membenarkan bahwa laporan tersebut telah diterima secara resmi. Ia menjelaskan bahwa pimpinan Inspektorat saat ini sedang melakukan tugas di luar daerah, namun koordinasi awal telah dilakukan. “Sambil menunggu Inspektur kembali, tadi saya sudah berkoordinasi melalui WhatsApp, dan sudah mendapat arahan dari beliau bahwa laporan ini harus segera ditindaklanjuti,” jelas Lumalutur usai menerima pengaduan warga Desa Grandeng.
Lumalutur menambahkan bahwa langkah awal yang akan dilakukan pihak Inspektorat adalah pembentukan atau pemanggilan tim khusus untuk menelaah laporan tersebut. “Saya akan memanggil tim khusus Irma untuk menelaah terkait laporan pengaduan ini, dengan langkah pertama menyurati dan memanggil pihak-pihak pelapor guna dimintai keterangan sambil menunggu Pak Inspektur kembali,” kata Lumalutur.
Lebih jauh, Lumalutur menyampaikan bahwa dalam waktu dekat tim Inspektorat akan turun ke lapangan untuk melakukan pemeriksaan khusus terkait dugaan penyalahgunaan dana tersebut. Hingga saat laporan diterima, Lumalutur menyebut baru Desa Grandeng yang mengajukan pengaduan serupa, dan belum ada desa lain yang melapor terkait ADD-DD dengan dugaan kasus yang sama.
Kronologi dan temuan tim pencari fakta Terungkapnya persoalan ini bermula dari penelusuran Tim 7 Pencari Fakta yang menemukan kejanggalan dalam penyaluran dana ketahanan pangan. Temuan itu kemudian diviralkan melalui pemberitaan serta platform media sosial hingga menarik perhatian publik lokal. Menurut laporan yang beredar, kejanggalan mencakup dugaan praktik nepotisme karena sebagian besar penerima bantuan diduga merupakan keluarga dekat Kepala Desa.
Dalam rincian yang disampaikan tim pelapor dan data yang diperoleh RadarTipikor.com, disebutkan bahwa jumlah sapi yang dibeli sebanyak 20 ekor—dengan catatan ada dua ekor yang dilaporkan mati sehingga tersisa 18 ekor. Harga per ekor yang tercantum dalam dokumen mencapai Rp6.000.000 (enam juta rupiah). Namun, sejumlah hasil penelusuran lapangan yang dihimpun tim media menunjukkan perkembangan yang bertolak belakang dengan angka tersebut. Tim media mencatat bahwa dari dana ratusan juta itu, Hariyono dan pihak-pihak terkait diduga hanya membeli empat ekor sapi, yang kini tersisa dua ekor karena dua ekor lainnya mati. Selain itu, dari daftar penerima tunai yang diterima redaksi, jumlah warga penerima uang tunai Rp3.000.000 tercatat sebanyak 19 orang.
Konflik data ini menjadi salah satu poin penting dalam laporan warga: adanya ketidaksesuaian antara jumlah dana yang dikeluarkan, jumlah sapi yang dibeli dan diserahkan, serta siapa saja penerima manfaat yang tercatat. Selain itu, warga juga menyoroti pembangunan dua unit kandang sapi yang terbiar — menurut keterangan warga, kandang tersebut berdiri namun tidak terlihat sapi di dalamnya sesuai jumlah yang semestinya.
Respon warga dan tuntutan Dalam pengaduan formal yang disampaikan ke Inspektorat, warga menuntut pemeriksaan menyeluruh atas penggunaan dana ketahanan pangan sekaligus transparansi dalam penyaluran bantuan. Mereka menuntut agar pihak Inspektorat memanggil pihak terkait, termasuk Kepala Desa, penyedia barang/jasa, serta saksi-saksi yang mengetahui proses penyaluran bantuan.
Umar Nurlatu, sebagai ketua Tim 7 Pencari Fakta, bersama pengacara pendamping, menegaskan bahwa tujuan pelaporan adalah menegakkan akuntabilitas dan melindungi hak warga yang berhak menerima bantuan. Pernyataan resmi dari tim pelapor menyerukan agar proses pemeriksaan berjalan objektif, terbuka, dan menghasilkan rekomendasi yang menyelesaikan permasalahan bagi masyarakat Desa Grandeng.
Langkah ke depan Dengan diterimanya laporan secara resmi, tahapan pemeriksaan administrasi dan verifikasi dokumen di Inspektorat diperkirakan akan segera dimulai: pemanggilan pelapor, pemeriksaan dokumen pendukung, klarifikasi kepada pihak desa, hingga pemeriksaan lapangan oleh tim khusus. Sekretaris Inspektorat menegaskan komitmen untuk menindaklanjuti kasus ini sesuai arahan pimpinan meski Inspektur sedang berada di luar daerah.
Kasus ini menjadi sorotan karena menyangkut dana publik dan distribusi bantuan yang semestinya dimanfaatkan untuk meningkatkan ketahanan pangan keluarga penerima manfaat. Desa Grandeng, yang berada di wilayah Kecamatan Lolongguba — sebuah daerah yang disebut sebagai salah satu penghasil minyak kayu putih terbesar di Provinsi Maluku — kini menunggu hasil pemeriksaan Inspektorat yang dapat memberi kepastian hukum dan sosial atas persoalan yang diadukan.
Liputan: Rin

