Mansyur Lataka Jadikan Tragedi Minamata sebagai Motivasi Perjuangkan Legalitas Tambang Emas Gunung Botak
Namlea, radartipikor.com – Mansyur Lataka, menyuarakan keprihatinan serius sekaligus motivasi perjuangannya: menata dan melegalkan tambang emas Gunung Botak. Tanpa penataan pemulihan lingkungan dan percepatan status legal, ia memperingatkan potensi bencana lingkungan berskala besar akibat limbah kimia merkuri (Hg) dan sianida (CN).
“Cepat atau lambat, tinggal tunggu waktu saja warga Pulau Buru akan terkena dampak lingkungan yang sungguh luar biasa“,
tegas Lataka saat ditemui radartipikor.com di Bas-Camp Jalur H , Dusun Wabsait Desa Dava Kecamatan Waelata Kabupaten Buru. Beberapa waktu Lalu.
Ia mengingatkan tragedi Minamata di Jepang sebagai contoh nyata.
“Penggunaan bahan kimia jenis sianida dan merkuri, 15 tahun kemudian baru masyarakat di sana kena dampaknya. Mereka kena cacat secara massal. Kasihan. Inilah yang membuat saya berjuang untuk masyarakat Pulau Buru.”
•Perjuangan Panjang Sejak 2014
Lataka mengisahkan perjuangan dimulai sejak 2014 untuk meningkatkan ekonomi masyarakat melalui pengelolaan tambang yang bertanggung jawab. Upaya awalnya adalah menyediakan kawasan pengelolaan seluas 150 hektar di Desa Kubalahin, Kecamatan Lolong-Guba, dan menggagas pendirian 10 koperasi yang berhasil memperoleh Izin Pertambangan Rakyat (IPR).
Namun, jalan terhambat. “Dinas terkait di provinsi tidak sejalan dengan kami saat itu, selalu menghalangi pengelolaan berwawasan lingkungan. Akhirnya kami melapor, menyebabkan IPR 10 koperasi dicabut. Kami tidak punya alasan lagi membantu masyarakat,” bebernya.
•Pencabutan IPR dan Masuknya “Sembilan Naga”
Pencabutan IPR, menurut Lataka, hanyalah modus. Tak lama kemudian, Edy Winata justru mendapatkan izin untuk mengeruk sedimen di Sungai Anahoni. Ini didahului operasi pengosongan paksa terhadap penambang rakyat oleh ratusan aparat gabungan pada 2015 dengan alasan bahan kimia.
“Tiga bulan kemudian masuklah ‘Sembilan Naga’ dan Edy Forkas. Mereka kuasai Anahoni” ungkap Lataka.
Perlawanan yang dilakukannya berhasil mengembalikan aktivitas masyarakat di Gunung Botak, meski statusnya tetap ilegal. “Satu kekurangan: IPR dan kegiatannya masih ilegal”.
•Kembali Berjuang dan Komitmen Lingkungan
Koperasi-koperasi pun kembali berjuang. Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) berhasil diperoleh dari pusat, diikuti pengurusan ulang IPR. Lataka kembali turun tangan memotori pembuatan kawasan pengolahan resmi berbasis lingkungan.
“Saya kembali membantu membuat kawasan lingkungan pengolahan yang resmi. Biar tambang ini dikelola lembaga resmi, yakni Koperasi, menghasilkan PAD untuk daerah, meningkatkan ekonomi rakyat, dan lingkungan terjaga karena ada pertanggungjawaban pemulihan,” tegasnya. Tujuannya jelas: “Harus ada lembaga resmi untuk menata bagaimana merkuri dan CN diolah secara bijaksana hingga zero. Itu tidak main-main.”
•Investasi Besar dan Langkah Nyata
Perjuangan ini tidak murah. Lataka mengklaim telah mengeluarkan dana kurang lebih Rp 30 Miliar Untuk memastikan pengelolaan limbah yang aman, ia bersama koperasi telah menjalin kerja sama dengan Universitas Pattimura (UNPATTI). “Mereka hadir memberikan kepastian hukum terkait pengelolaan limbah emas. Sudah kita mulai,” jelasnya.
Selain itu, Kami lagi persiapkan 3
lokasi untuk kawasan pengolahan berbasis lingkungan yakni ;
1. Lahan Wasboli, Desa Teluk Kaiely
2. Lahan di Jalur H
3. Lahan di Jalur B
Kedua lokasi terakhir berada di Dusun Wabsalit, Desa Dava. Lokasi-lokasi ini diharapkan mampu menampung semua penambang rakyat.
•Masa Depan yang Lebih Aman dan Adil
Bersama Koperasi milik Ruslan Arif Soamole, Lataka berkomitmen mengakomodir semua penambang rakyat ke dalam zona lingkungan bersertifikat.
“Mereka semua ditata sesuai aturan penataan lingkungan. Kami jamin tidak akan mengganggu rezeki para penambang,” katanya.
Ia juga berjanji mengurangi beban pajak bagi penambang.
Koordinasi dengan perangkat adat dan ahli waris petuanan Kaielay juga terus dilakukan. “Ini persoalan teknis,” pungkas Lataka. Harapannya sederhana namun mendasar:
“Kalau sudah ada izin lingkungan, koperasi resmi, masyarakat aman, bahan kimia digunakan di lingkungan yang disiapkan. Kita tidak ingin meninggalkan masalah untuk anak cucu terpapar gegara Gen (merkuri). Alhamdulillah, inilah cita-cita dan motivasi saya.”
Liput : Rin .