Warga Desa Dava Tuntut Penghentian Aktivitas Tonk, Pemdes, Babinsa dan Bhabinkamtibmas Janji Tindak Lanjuti
Namlea, radartipikor.com – Bhabinkamtibmas Desa Dava, Bripka Desi Tri Harto, mengakui bahwa warga masyarakat desa Dava menuntut penghentian semua aktivitas tongk yang sudah beroperasi maupun yang baru dibangun dalam wilayah mereka. Tuntutan itu muncul akibat kekhawatiran akan ancaman pencemaran limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) terhadap sumur bor yang menjadi sumber air bersih utama.
Konfirmasi tersebut disampaikan Bripka Desi Tri Harto kepada Radartipikor.com melalui pesan WhatsApp pada Sabtu (27/9/2025). Ia mengatakan bahwa tuntutan warga akan ditindaklanjuti bersama oleh Kepala Desa, Babinsa, dan Bhabinkamtibmas. “Kami bertiga tetap akan menindaklanjuti keluhan masyarakat. Hanya saja, menurut Desi Tri Harto, ada insiden yang tidak diinginkan terjadi (penemuan mayat) pada Kamis lalu, makanya agenda tersebut belum bisa dilaksanakan,” ujarnya.
Tuntutan warga ini sebelumnya telah disampaikan secara resmi dalam Musyawarah Desa yang digelar di Balai Desa Dava pada Rabu malam (24/9/2025). Rapat yang melibatkan Pemerintah Desa (Pemdes), Badan Permusyawaratan Desa (BPD), tokoh masyarakat, tokoh pemuda, tokoh adat, serta dihadiri oleh Babinsa dan Bhabinkamtibmas tersebut menghasilkan kesepakatan penting. Kepala Desa Dava, Rasyid Belen, menyetujui permintaan masyarakat untuk menghentikan semua aktivitas tong.
Ketua BPD Desa Dava, Sidik Besan, yang ditemui di rumahnya di Dusun Wamsait pada Kamis (25/9/2025), memperjelas duduk persoalannya. Ia membenarkan bahwa masyarakat menolak kehadiran tong, baik yang sudah beroperasi maupun yang baru dibangun. Alasannya, aktivitas tersebut berpotensi menyebabkan pencemaran lingkungan, khususnya terhadap sumur bor milik warga. “Karena jaraknya hanya 15 meter dari pemukiman warga dan mengingat warga di situ menggunakan sumur bor untuk kebutuhan sehari-hari,” jelas Sidik.
Sidik menambahkan bahwa ia telah memberikan catatan khusus kepada kepala desa agar pembangunan tongkang baru juga dihentikan. Ia juga mendesak agar isu pencemaran limbah B3 yang meresahkan warga ini segera disampaikan kepada penegak hukum dan pemerintah setempat. “Tolong disampaikan kepada penegak hukum dan pemerintah sehingga ada langkah nyata yang bijak atas apa yang terjadi di sini,” harapnya.
Kekhawatiran warga bukannya tanpa alasan. Dari pantauan awak media di lapangan, terlihat puluhan unit tongkang beroperasi di wilayah pemukiman warga tanpa izin resmi. Seorang pekerja tong yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa hampir semua tong di lokasi tersebut dimiliki oleh seorang bernama Markus. “Semua tongkang disini adalah miliknya dan sudah beroperasi cukup lama. Kami disini melayani pelanggan untuk rental dengan biaya rental lebih dari 20 juta dalam sekali rental,” kata sumber tersebut.
Tidak hanya yang beroperasi, di lokasi terpisah, awak media juga menemukan lahan seluas kurang lebih satu hektar yang disiapkan untuk pembangunan tong baru. Terlihat dua base camp serta sejumlah pekerja sedang mengerjakan tiang dan plat besi. Sebuah alat berat juga tampak sedang menggali tanah untuk membuat kolam. Abu, salah seorang pekerja di lokasi itu, mengaku hanya ditugaskan sebagai tenaga logistik lokal. “Bos tong yang baru dibangun ini, namanya Ibrahim asal Sulawesi dan sekarang masih di kampung. Untuk urusan lainnya, maaf, saya tidak bisa menjelaskan,” elak Abu. Ia juga menyebutkan bahwa lahan tersebut dibeli bosnya dari seorang warga setempat bernama Bapak Namat.
Penolakan warga pun bergaung kuat. Seorang warga Desa Dava yang tidak disebutkan namanya secara tegas menyatakan ketidaksetujuannya. “Saya tidak setuju dari awal ada tong di desa kami, apalagi tong yang baru dibangun. Saya mewanti-wanti sumur bor milik warga di sekitar lokasi tersebut akan tercemari apabila pembangunan tongkang baru dibiarkan beroperasi,” ujarnya.
Dengan adanya komitmen dari aparat desa dan penegak hukum, masyarakat kini menunggu langkah nyata untuk mengatasi persoalan yang mengancam kelestarian lingkungan dan kesehatan mereka ini.